Halaman
Deklamasi dan Baca Puisi, Samakah?
195
Huruf sebelum kita kenal, karya sastra sudah dapat diciptakan. Tidak hanya
prosa, tetapi juga puisi. Bentuknya beragam antara lain: mantra, syair, pantun,
karmina, talibun, gurindam, dan sebagainya. Kebiasaan mencipta puisi, terutama
pantun, berlanjut sampai sekarang. Sudah tentu, pilihan kata, penyusunan larik,
bait, dan tipografinya berkembang sesuai dengan kemajuan zaman. Melalui
pelajaran ini Anda diharapkan dapat mempelajari apa dan bagaimana puisi itu,
dan bagaimana pula mendeklamasikannya.
Pelajaran 16
Deklamasi dan Baca
Puisi, Samakah?
Kemampuan Bersastra
Piawai Berbahasa Cakap Bersastra Indonesia SMA/MA Kelas XI (Program Bahasa)
196
A. Mendengarkan
Tujuan Pembelajaran:
Anda diharapkan dapat menganalisis kesesuaian penokohan,
dialog, dan latar dalam pementasan drama.
Menganalisis Kesesuaian Penokohan dalam Pementasan Drama
Pernah nonton drama, sandiwara, sinetron, aftau film? Apa yang mengesankan dari
tontonan itu? Lakonnya, aktornya, atau akting pemain-pemannya? Itu semua serba mungkin.
Mungkin karena ceritanya menarik, aktornya memikat, atau mungkin akting pemain-pemainnya
memukau.
Uji Kompetensi 16.1
1. Tontonlah sebuah drama atau sinetron di layar TV secara berkelompok! Catat stasiun TV
yang menayangkannya, hari, tanggal, jam tayang, tokoh-tokohnya, dan ringkasan ceritanya.
2
. Analisislah, apakah dialog dan akting mereka memberikan kesan kuat bahwa sifat dan
sikap mereka demikian? Laporkan hasil analisis Anda secara tertulis!
B. Berbicara
Tujuan Pembelajaran:
Anda diharapkan dapat mendeklamasikan puisi dari berbagai
angkatan dengan menggunakan volume suara dan irama yang sesuai.
Mendeklamasikan Puisi
Anda pernah melihat deklamasi atau malah melakukannya? Anda pernah melihat acara
baca puisi atau
poetry reading
? Nah, kedua istilah itu, yaitu deklamasi dan baca puisi, kecuali
memiliki persamaan juga memiliki sejumlah perbedaan. Keduanya menyampaikan puisi kepada
orang lain. Hanya saja, dalam baca puisi, pembaca harus membaca naskah, sedangkan
berdeklamasi tidak boleh membaca naskah.
Sebelum melakukan deklamasi,
deklamator/deklamatris
harus hafal, dapat memahami,
serta menghayati isi puisi yang dibawakan. Agar dapat mengatur volume suara, mana yang
diucapkan dengan nada tinggi, mana yang dengan nada rendah; mana yang mendapatkan
tekanan kuat dan mana yang tidak; dan mana yang diucapkan lambat-lambat, mana yang
dilafalkan cepat-cepat, biasakan memberi tanda-tanda jeda, misalnya jeda singkat dengan
tanda (/), jeda panjang dengan (//), dan enjambemen dengan (=). Perhatikan contoh berikut.
Deklamasi dan Baca Puisi, Samakah?
197
Pagi yang Pertama
Oleh Eka Budianta
karena cintanya / yang gagah / dan perkasa /
kumbang madu kecil itu / akhirnya / bisa =
menyingkapkan kelopak melati idaman /
hingga / mekarlah kuntum yang manis /
putih, / harum, / dan berseri-seri //
Sumardi dkk,
Pedoman Apresiasi Puisi SLTP dan SLTA untuk Guru dan Siswa
Bilamana sudah berada di panggung, ia harus dapat mengekspresikannya dengan tenang,
percaya diri, tidak gugup, dan tidak grogi.
Uji Kompetensi 16.2
Berilah tanda-tanda jeda pada puisi berikut, kemudian deklamasikanlah!
Kita Adalah Pemilik Sah Republik Ini
Oleh Taufiq Ismail
Tidak ada pilihan. Kita harus
Berjalan terus
Karena berhenti atau mundur
Berarti hancur
Apakah akan kita jual keyakinan kita
Dalam pengabdian tanpa harga
Akan maukah kita duduk satu meja
Dengan para pembunuh tahun yang lalu
Dalam setiap kalimat yang berakhiran
“Duli Tuanku?”
Tidak ada pilihan. Kita harus
Berjalan terus
Kita adalah manusia bermata sayu, yang di tepi jalan
Mengacungkan tangan untuk oplet dan bus yang penuh
Kita adalah berpuluh juta yang bertahun hidup sengsara
Dipukul banjir, gunung api, kutuk, dan hama
Dan bertanya-tanya inikah yang namanya merdeka
Kita yang tak punya kepentingan dalam beribu slogan
Dan seribu pengeras suara yang hampa suara
Tidak ada pilihan. Kita harus
Berjalan terus
H.B Jassin,
Angkatan 66
Piawai Berbahasa Cakap Bersastra Indonesia SMA/MA Kelas XI (Program Bahasa)
198
C. Membaca
Tujuan Pembelajaran:
Anda diharapkan dapat menganalisis nilai-nilai yang terdapat dalam
cerita pendek.
Menganalisis Nilai-Nilai dalam Cerpen
Cerita pendek merupakan khayali. Namun, ceritanya tidak lepas dari kehidupan manusia
yang penuh permasalahan dan pertentangan. Apabila diresapi benar-benar, cerita pendek
bukan semata-mata pengantar tidur atau pengisi waktu luang. Ada mutiara, pelajaran, atau
nilai religi, moral, budaya, sosial, dan lain-lain yang dijunjung pelaku-pelakunya.
Uji Kompetensi 16.3
1. Bacalah cerita pendek berikut dengan cermat!
Sopir Taksi dan Sebuah Kepala
Cerpen Naning Pranoto
Pukul 05.45, taksi biru tua yang dikemudikan Begjo distop oleh seorang lelaki
tua bertopi pet, di dekat pintu tol jalur Jagorawi.
“Antar saya ke Bogor! Lewat tol,” pinta lelaki itu tergesa-gesa. Begitu duduk di
jok belakang, ia langsung menyerahkan amplop kepada Begjo.
“Apa ini, Pak?” Begjo terkejut.
“Uang!” sahut lelaki tua bersuara
ngebass
. Begjo sempat mengamatinya.
Penumpangnya itu, berusia 70-an, tapi masih tegap, sehat walau kulitnya keriput.
“Kasih uang saya
kok
banyak sekali, Pak?” Begjo membelalak ketika tangan
kirinya menyingkap amplop dari penumpangnya itu. “Lagi pula, baru naik kok sudah
mbayar.”
Tidak ada jawaban.
Penumpang itu membuka topi petnya lalu mengenakan
sunglass
hitam gelap.
Begjo melihat sekilas, kepala lelaki itu aneh, lonjong dan botak mengkilat.
“Pak, saya takut,
sampeyan
mbayar
banyak sekali. Seumur-umur baru kali ini
saya
nrima
uang sebanyak ini.”
“Ssst’ jangan jangan takut. Antar saya saja,” gumam si penumpang sambil
membuka jendela yang ada di sampingnya.
“Lho, Pak,
kok sampeyan ngeluarin
kepala
to
?” Begjo berkesiap. Penumpangnya
menjulurkan kepalanya. Lehernya menegang. Kepalanya memanjang dan nyaris
copot dari batang leher. Begjo panik.
Deklamasi dan Baca Puisi, Samakah?
199
“Pak, jangan bunuh diri!” teriak Begjo, mengarah ke jalur lambat. Selama ia jadi
sopir hampir seperempat abad, baru kali ini ia mendapat penumpang sangat aneh.
“Ayo tancap gas, Mas!” pinta si penumpang itu sambil tertawa. “Saya tidak
mau bunuh diri. Saya Cuma mau
mbuang
kepala saya di jalan tol.”
“Hah?” Begjo melongo. “Weleh, baru kali ini ada orang mau mbuang kepalanya.
Berhenti saja ya, Pak.”
“Jalan terus. Saya nambah ongkosnya!” ia berkata tegas, melemparkan amplop
di pangkuan Begjo. Begjo membelalak melihat setumpuk uang asing menyembul
dari tutup amplop yang ada di pangkuannya.
“Itu uang dolar Amerika. Asli.” Kata si penumpang. “Anda bisa beli rumah bebas
banjir dengan uang dolar itu uantuk anak-anak dan istri Anda.”
“Maaf, tidak usah aja. Tapi saya mau antar Bapak ke mana pun asal kepala
Bapak tidak menjulur di jendela. Begjo berkeringat dingin. Ia menaruh dua amplop
berisi uang itu di jok belakang.
“Anda menolak uang saya?” lelaki itu tidak
happy
. “Anda memerlukannya, paling
tidak untuk membeli BBM selama mengantar saya.”
“Tidak usah. Saya mau berhenti.” Begjo memperlambat taksinya.
“Jalan terus sebelum saya berhasil membuang kepala saya. Ini proyek terakhir
dalam hidup saya dan harus berhasil karena saya telah sukses jadi pimpro berbagai
proyek besar dan satu megaproyek yaitu menobatkan seorang anak desa jadi nomor
satu di negeri ini.”
Tiba-tiba lelaki itu tertawa lepas. Begjo limbung.
“Mas Sopir, jangan takut. Saat ini saya sedang
superwaras
setelah saya gila
hampir empat puluh tahun. Maka saya ingin mbuang kepala saya agar saya waras
total. Selama kepala ini masih nempel tubuh saya, saya akan gila terus. Ketika Tuhan
memanggil saya dalam kondisi waras, saya pasti mampu menyebut asma-Nya.”
“Pak, maaf, saya tidak bisa melanjutkan nyopir,” Begjo merintih. Ia
ngompol
pada titik puncak ketakutannya.
“Saya perlu bantuan Anda untuk membuang kepala saya di jalan tol. Sebab,
bila kepala saya ini saya buang ke laut, akan dimakan ikan. Ikan yang makan
kepala saya akan dimakan manusia. Oh, jangan. Sebab saripati kepala saya
penyebar virus berbahaya bagi siapa pun yang makan ikan yang makan otak saya.
Generasi yang memakan saripati otak saya akan jadi pengacau negeri ini. Kalau
negeri ini terus-menerus kacau, kapan mencapai zaman emas?”
Dari
Republika
, 6 Januari 2008
2. Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut berdasarkan penggalan cerpen tersebut!
a. Dikisahkan begitu naik, penumpang taksi itu menyerahkan sejumlah uang kepada Begjo.
Begjo pun terkejut. Katanya “Kasih uang saya
kok
banyak sekali, Pak?” “Lagi pula,
baru naik kok sudah mbayar.” Dalam peritiwa ini ada nilai yang diabaikan oleh
penumpang taksi itu. Nilai manakah itu?
Piawai Berbahasa Cakap Bersastra Indonesia SMA/MA Kelas XI (Program Bahasa)
200
b. Selain terkejut, begitu melihat uang yang diberikan kepadanya begitu besar, Begjo
ketakutan. Ketika tahu penumpangnya mengeluarkan kepala keluar jendela taksi, rasa
takut Begjo menjadi-jadi. Lebih-lebih setelah penumpang itu menambah ongkos taksinya
dengan dolar asli. Mengapa Begjo takut?
c. Penumpang taksi itu berniat melepaskan kepalanya agar waras total. Katanya, bila
Tuhan memanggilnya dalam kondisi waras, ia mampu menyebut asma-Nya. Di balik
kata-kata itu, sebenarnya ada nilai luhur dari apa yang dilakukannya. Diskusikan, nilai
manakah itu?
d. Perhatikan kembali ucapan penumpang taksi pada akhir penggalan cerpen di atas!
Ditinjau dari kepentingan nasional ada nilai yang dipegang teguh oleh penumpang taksi
itu. Nilai manakah itu? Jelaskan!
D. Menulis
Tujuan Pembelajaran:
Anda diharapkan dapat menulis puisi berdasarkan pengalaman
atau pengamatan.
Menulis puisi
Menulis puisi adalah menyusun karya seni. Keindahannya terlihat pada (1) irama atau
keteraturan larik-lariknya, (2) sajak, rima atau perulangan bunyi yang dipilih, (3) ketepatan
diksi atau pilihan kata, (4) gaya penyampaian, (5) penyusunan kalimat-kalimat, (6) isi, dan (7)
tipografi atau bentuk penulisannya.
Ada beberapa langkah yang dapat ditempuh untuk menyusun puisi. Di antaranya adalah
(1) menentukan tema, (2) menentukan topik, dan (3) menuangkannya dengan kata-kata yang
sesuai (dengan tema, rima, dan iramanya) ke dalam larik-larik dan dalam bait-bait.
Uji Kompetensi 16.4
Susunlah satu buah puisi! Tema dan bentuknya bebas. Demikian juga panjangnya. Ikutilah
langkah-langkah di atas! Kalau sudah jadi, suntinglah! Apakah kata, kalimat, larik, bait, kalau
berbait-bait, tipografi, dan isinya sudah sesuai dengan perasaanmu? Kalau sudah, segera
kirimkan ke redaksi majalah dinding, majalah sekolah, atau ke surat kabar harian yang kamu
sukai!
Deklamasi dan Baca Puisi, Samakah?
201
E. Ada Apa dalam Sastra Kita
Tujuan Pembelajaran:
Anda diharapkan dapat menganalisis puisi (bait, larik, rima, irama)
dan isi (pengindraan, pekerjaan, perasaan, imajinasi).
Membaca intensif teks esai
1. Menganalisis bentuk puisi
Untuk menganalisis bentuknya, lebih dahulu kita amati puisi berikut.
Dengarkan tuan suatu riwayat,
raja di desa negeri kembayat,
dikarangkan fakir jadi hikayat,
disajakkan dengan syair ibarat.
C. Hoykaas,
Penjedar Sastra
Puisi di atas terjadi dari bunyi, kata, frase, dan kalimat. Masing-masing ditata berlarik-
larik dalam
tipografi
yang khas. Setiap larik terjadi atas 8 – 12 suku kata. Masing-masing
disusun teratur, terus-menerus, susul-menyusul tanpa putus-putus. Keteraturan serupa
itu disebut
irama.
Kata-katanya pun dipilih yang memiliki kesamaan bunyi (
rima
), terutama
kesamaan bunyi akhir larik. Bunyi akhir larik pertama, kedua, ketiga, dan keempat sama.
Berdasarkan jumlahnya larik, puisi yang 2 larik per bait disebut
distikon
, 3 larik
terzina
,
4 larik
kuatren
, 5 larik
kuin
, 6 larik
sektet
, 7 larik
septima
, dan 8 larik
stansa
, dan 14 larik
per judul
soneta
.
Ditinjau dari rima akhir larik pada setiap baitnya, ada puisi yang memiliki rima akhir
dengan pola
aaaa
,
abab
,
aabb
,
abba
,
abcabc
, dan ada yang tidak berpola.
Ditinjau dari panjang pendeknya larik, panjang pendeknya bait, keteraturan irama,
keteraturan rima, dan tipografinya, ada puisi yang mematuhi “aturan” dan ada yang tidak.
Puisi yang mematuhi “aturan” disebut puisi terikat; yang tidak mematuhi aturan disebut
puisi bebas.
Lebih dari itu, puisi dapat dianalisis dari keberadaannya. Kalau pada zaman dahulu
kala bentuk puisi yang dianalisis sudah ada, kita tetapkan bahwa bentuk itu termasuk
puisi lama.
Mantra
,
pantun
,
syair
,
karmina
(pantun kilat),
talibun
, dan
gurindam
contohnya.
Akan tetapi, puisi yang dikenal sesudah kita berkenalan dengan budaya dan sastra barat
disebut puisi baru.
2. Menganalisis Isi Puisi
Menganalisis isi puisi umumnya dapat difokuskan pada unsur bahasa (bunyi, kata,
frase, kalimat), situasi, dan kondisi sosial budaya yang melatarbelakangi kelahirannya.
Seperti kita ketahui setiap kata umumnya memiliki makna dasar (
denotasi
) tertentu.
Kata
hujan
, misalnya, memiliki makna dasar
titik-titik air yang berjatuhan dari udara lewat
proses pendinginan
. Akan tetapi, bagi penduduk yang kekurangan air,
hujan
berarti
rahmat
.
Bagi daerah yang sering dilanda banjir,
hujan
berarti
bencana
.
Rahmat
dan
bencana
adalah
konotasi
(makna tambahan) kata
hujan
.
Piawai Berbahasa Cakap Bersastra Indonesia SMA/MA Kelas XI (Program Bahasa)
202
Makna kata kadang-kadang diganti atau digeser ke makna lain hingga terjadi berbagai
majas. Bahkan pada 1970-an beberapa penyair menggunakan kata-kata yang tidak lumrah,
tidak ada dalam kamus, seperti kata-kata yang digunakan dalam kebanyakan puisi Sutardji
Calzoum Bahri.
Kecuali dengan kata, puisi juga dibangun dengan bunyi, rima, dan irama. Ketiganya
tidak mempunyai arti, tetapi dapat menimbulkan rasa, bayangan, serta membangkitkan
suasana tertentu. Kata yang dirangkai dengan rima dan irama estetis dapat menggugah
perasaan, pikiran, dan imajinasi. Dominasi vokal /u/, misalnya, memberikan nuansa makna
berat
,
gelap
,
keruh
,
sendu
,
sedih
, dan lain-lain. Sebaliknya, dominasi vokal /a/ memberikan
nuansa riang
,
ceria
,
gembira
, dan lain-lain.
Tidak ada penyair yang tinggal dalam kesendirian. Mereka selalu berada dalam suatu
komunitas. Oleh karena itu, apa yang diungkapkan tentu berkaitan dengan lingkungan
sosial budayanya, baik langsung maupun tidak. Masih ingat puisi
Karangan Bunga
? Puisi
tersebut mengungkapkan kesan penyair ketika pada tahun 1965 melihat anak-anak SD
dan SMP datang ke Salemba, markas pejuang Angkatan 66, mengantarkan karangan
bunga sebagai tanda berduka atas meninggalnya seorang mahasiswa dalam suatu aksi
demonstrasi menuntut kebenaran dan keadilan?
Isi puisi tak terbatas. Walaupun demikian, beberapa puisi mengungkapkan isi secara
spesifik, seperti
balada
(kisah),
elegi
(ratapan),
epigram
(ajaran hidup),
himne
(pujian kepada
Tuhan),
ode
(sanjungan kepada pahlawan), dan
satire
(kritik atas ketimpangan sosial).
Uji Kompetensi 16.5
Analisislah bentuk dan isi puisi berikut!
1.
Bukan beta bijak berperi,
pandai menggubah madahan syair
Soetarno,
Peristiwa Sastra Indonesia
2. Kayon
pohon purba
-di tengah hutan merah tua-
tahu akan makna dunia
maka diam
tak bicara
Subagio Sastrowardoyo,
Keroncong Motinggo
3. Kurang pikir kurang siasat,
Tentu dirimu kelak tersesat.
Pikir dahulu sebelum berkata,
Supaya terelak silang sengketa.
S.T. Alisjahbana,
Puisi Lama
4. pot apa pot itu pot kaukah pot aku
pot pot pot
yang jawab pot pot pot kaukah pot itu
Deklamasi dan Baca Puisi, Samakah?
203
○○○○○○○○○
○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○
yang jawab pot pot pot kaukah pot aku
potapa potitu potkaukah potaku
POT
Dari Sutardji Calzoum Bahcri,
O Amuk Kapak
Rangkuman
1. Kesesuaian penokohan dalam pertunjukan drama tergantung pada kepiawaian
bermain peran. Jika piawai, dialog dan aktingnya tentu sesuai dengan sifat dan
watak tokoh yang diperankannya.
2. Deklamasi merupakan bentuk penyampaian puisi secara lisan agar pendengar
memahami isinya dan tergugah rasa keindahannya. Bekal awal deklamator/deklamatris
adalah ketepatan interpretasi dan kemampuan presentasi. Aspek psikis (berani, percaya
diri), kemampuan verbal (lafal, nada, tempo, aksentuasi), dan aspek nonverbal (mimik,
pantomimik, busana, aksesori) pada saat presentasi perlu dikuasai.
3. Cerita pendek merupakan cerita khayali, tetapi tidak lepas dari kehidupan manusia.
Apabila diresapi, cerita pendek bukan sekadar cerita pengantar tidur atau pengisi
waktu luang. Ada nilai yang terkandung di dalamnya, seperti nilai religi, moral, budaya,
dan nilai sosial.
4. Menulis puisi pada hakikatnya menyusun karya seni dengan bahan kata-kata. Bunyi,
kata, frase, dipilih dengan cermat dan tepat agar rima, irama, gaya, makna, dan
tipografinya bernilai seni.
5. Puisi selalu terbentuk dari komponen bunyi, kata, frase, kalimat yang disusun dalam
bait dan larik dengan rima dan irama yang memiliki nilai seni. Ditinjau dari bentuknya,
ada puisi bebas dan puisi terikat. Ditinjau dari tipografinya, ada puisi konvensional
dan inkonvensional.
Evaluasi
1. Jelaskan faktor penentu kesesuaian penokohan dalam pertunjukan drama!
2. Berilah tanda jeda singkat dengan tanda (/), jeda panjang dengan (//), dan enjambemen
dengan (=) pada puisi berikut!
Rasanya Baru Kemarin
K.H.A. Mustofa Bisri
Rasanya
Baru kemarin
Bung Karno dan Bung Hatta
Atas nama kita menyiarkan dengan saksama
Kemerdekaan kita di hadapan dunia
Piawai Berbahasa Cakap Bersastra Indonesia SMA/MA Kelas XI (Program Bahasa)
204
Rasanya
Gaung pekik merdeka kita
Masih memantul-mantul tidak hanya
Dari para jurkam PDIP
Dari
Jawa Pos
, 17 Agustus 2004
3. Susunlah sebuah puisi baru! Tema, bentuk, dan panjangnya bebas. Agar indah, kata,
kalimat, larik, bait, kalau berbait-bait, tipografi, dan isi puisi yang Anda buat hendaknya
sesuai dengan tema dan perasaan Anda masing-masing!
4. Jelaskan nilai-nilai yang dipegang teguh oleh Sutan Duano pada ilustrasi berikut!
Walau apa katamu terhadapku, walau kauhina, kaucaci-maki aku, kaukutuki aku,
aku terima. Tapi untuk membiarkan Masri dan Arni hidup sebagai suami istri, padahal
Tuhan telah melarangnya, ooo, itu telah melanggar prinsip hidup setiap orang yang percaya
pada-Nya. Kau memang telah berbuat sesuatu yang benar sebagai ibu yang mau memelihara
kebahagiaan anaknya. Tapi, ada lagi kebenaran yang lebih mutlak yang tak bisa ditawar-
tawar lagi, Iyah, yakni kebenaran yang dikatakan Tuhan dalam kitab-Nya. Prinsip hidup
segala manusialah menjunjung kebenaran Tuhan.”
5. Analisislah bentuk puisi berikut, kemudian tentukan namanya!
Banyak bulan perkara bulan,
tidak semulia bulan Puasa.
Banyak Tuhan perkara Tuhan,
Tidak semulia Tuhan Yang Esa
Dari Sabaruddin Ahmad,
Seluk Beluk Bahasa Indonesia
Refleksi
Tanyakan kepada guru Anda masing-masing, berapa skor yang Anda peroleh dari jawaban
Anda atas soal evaluasi di atas! Cocokkan dengan tabel berikut untuk mengetahui tingkat
keberhasilan Anda dalam mempelajari materi pada pelajaran ini.
Tabel Penguasaan Materi
Skor
Tingkat Penguasaan Materi
85 – 100
Baik sekali
70 – 84
Baik
60 – 69
Cukup
< 60
Kurang
Apabila tingkat penguasaan Anda mencapai skor 70 ke atas, Anda tergolong siswa yang
berhasil. Akan tetapi, kalau skor yang Anda peroleh di bawah 70, Anda harus mengulangi
pelajaran ini, terutama bagian materi yang belum Anda kuasai.